Sabtu, 23 Januari 2016

Memoar Perjuangan Kakek Hamid Batjo & Nenek Djawiyah




Memoar Kakek Hamid Batjo & Nenek Djawiyah


Berawal dari sepotong cerita yang dituturkan kai (kakek_Red) saat saya masih duduk dibangku sekolah dasar dan penuturan turun temurun dari ibu dan paman tentang kehidupan masa lalu kai yang begitu heroik dan penuh perjuangan, seperti halnya masyarakat indonesia masa itu kai dan nenek hidup di bawah pemerintahan penjajah, dari belanda kemudian jepang dan kembali ke tangan belanda.
semua bermula dari ketidak sengajaan yang lahir dari rasa patriotisme dan nasionalisme masyarakat Indonesia dimasa pergolakan sebelum dan sesudah kemerdekaan, masa dimana perjuangan mengangkat senjata demi sebuah kehormatan sebuah bangsa yang ingin merdeka.

Kai memiliki nama lengkap Hamid Batjo, veteran pejuang kemerdekaan R.I dengan NPV. 16.002.358, golongan C, lahir di bone tahun 1918, dan wafat di Balikpapan pada tahun 1984 beliau merupakan sosok keras dan penuh disiplin serta tegas dalam menjalankan setiap pekerjaan, walau tak banyak cerita yang saya dengar langsung dari beliau akan tetapi tambahan penuturan ibu dan paman seakan menjadi benang merah dari perjalanan seorang kai yang berjuang bersama seluruh rakyat Indonesia dimasa itu sudah cukup menjadi bahan ekplorasi saya guna menggali langkah sejarah dan perjalanan hidup beliau dimasa pergolakan baik saat ia berjuang di Makassar dan di kota balikpapan.

Nenek memiliki nama lengkap Djawiyah, anggota veteran berdasarkan petikan : SK menteri urusan veteran dan demobilisasi No.34/N Kpts/MUV/1963 tertanggal 20 Desember 1963.(tanda dan sertifikat veteran belum terbit hingga meninggal dunia tahun 1978), nenek lahir di makassar tahun 1923 dan wafat dibalikpapan tahun 1978, salah seorang anggota Palang Merah dan bagian logistik dapur umum dan bertugas menyiapkan ransum makanan untuk para pejuang yang bersembunyi di kampung-kampung, untuk perjuangannya sendiri saat dimakassar nenek tergolong aktif digaris depan bersama wanita palang merah makassar, sedangkan untuk perjuangannya di kota balikpapan nenek lebih banyak membantu logistik pejuang seperti mengirimkan makan bagi pejuang, dan untuk menutupi biaya perjuangannya nenek sengaja berdagang sayur dan kue sekaligus membesarkan ketiga anaknya.

Dapat disimpulkan Kai dan nenek mengalami hampir semua peristiwa dalam perjalanan hidupnya baik di era akhir masa kolonial belanda, kemudian dilanjutkan masa penjajahan jepang di tahun 1942 - 1945, dan kembali ke masa pergolakan perjuangan mempertahankan kemerdekaan ditahun 1945 - 1949, Kai pernah bercerita tentang masa perang di Makassar, saat dibawah masa penjajahan jepang beliau lebih banyak terlibat dalam pelatihan militer pasukan cadangan jepang heiho, walau dimasa pemerintahan jepang kai tidak terlibat penuh dalam pertempuran dikala itu, akan tetapi kisah hidup perjuangannya banyak dimulai beberapa hari pasca proklamasi kemerdekaan RI dikumandangkan tahun 1945, dimana masa itu kolonial belanda kembali ingin bercokol di bumi pertiwi.

ia bergabung di dalam laskar pemuda pejuang yang dipimpin oleh bote’ (bote’ adalah nama panggilan akrab Robert Wolter monginsidi) saat melakukan penyerangan terhadap pos belanda di ujung pandang tanggal 27 Oktober 1945, dan ini selalu menjadi kisah andalan yang kai tuturkan berkali - kali, walau kalah kekuatan tapi seakan menjadi kebanggaan baginya, pasca serangan ini pasukan Robert mundur ke daerah Polombangkeng dan menyusun kekuatan disana, kemudian ia ingat satu peristiwa di tahun 1946 saat dimana ia bersama rekan seperjuangannya tergabung kedalam salah satu laskar yang dibentuk di daerah kanayya, (bisa jadi ini ada kaitannya dengan pembentukan LAPRIS singkatan dari laskar pemberontakan Sulawesi selatan di kampung kannaya pada tanggal 17 Juli Tahun 1946.)


Dalam laskar tersebut, Wolter Monginsidi sebagai Sekjen, dan Sesuai jabatannya Wolter bertanggung jawab untuk menyusun rencana operasi-operasi militer dan bergerak bersama para pemuda pejuang untuk mengetahui rahasia musuh, tak jarang Robert beserta anggotanya memasuki kota dengan menyamar sebagai anggota KNIL , sebagian lainnya menyamar sebagai pedagang dan lain-lain Dengan begitu, Wolter dapat menentukan target sasaran serangan berikutnya. Dan taktik tersebut, tergolong mumpuni sehingga membuat Belanda acap kali mengalami kesulitan dan kerugian besar.



Dalam penuturan kai ia tidak lama ikut berjuang di Makassar karena selepas pembentukan LAPRIS dan beberapa penyerangan malam hari terhadap kedudukan NICA di Makassar, pada sekitar akhir bulan September tahun 1946 ia keluar dari laskar (tidak ada penjelasan pasti dari beliau perihal ini), dan saat tidak lagi bersama LAPRIS, beberapa minggu kemudian ia memutuskan untuk meninggalkan makassar dengan membawa serta anak dan istrinya untuk merantau ke Balikpapan, jadi ia tidak melihat atau mengalami langsung peristiwa westerling pada bulan desember 1946, hingga februari 1947,dan ditembak matinya sang komandan bote’ Robert wolter monginsidi tahun 1949.



Granat…, Bukan Harnalt

Ada sedikit kisah lucu yang dituturkan ibu yang mendapat cerita langsung dari nenek, di sekitar awal tahun 1946 masa - masa itu tentara NICA berpatroli memeriksa kampung-kampung dan rumah penduduk di kampung tamalatte, yang dicurigai menjadi tempat persembunyian para pemuda pejuang.



saat NICA masuk dan mengobrak-abrik rumah, untuk mencari para “ektrimis” (sebutan belanda untuk para pejuang,) pasukan ini hanya mendapati nenek beserta ketiga anaknya (ketignya  kakak kandung ibu saya), dan nenek yang sejatinya anggota palang merah yang juga sering memasak buat para gerilyawan kala itu sudah maklum dengan patroli NICA semacam ini, sebaliknya justru nenek memberanikan diri untuk bertanya kepada tentara NICA yang sibuk mengobrak abrik isi rumah para penduduk :



“apa ki cari tuang..??” Tanya nenek

“apa disini liat ektrimis-ekstrimis” Tanya NICA

“tidak tau tuang”…lanjut nenek
Kemudian tentara tadi melanjutkan pertanyaannya

“disini apa ada simpan harnalt (maksudnya granat”)..sambil membongkar tumpukan gabah, dan kayu bakar di dapur, nenek dengan logat Makassar serta kepolosan masyarakat kala itu spontan menjawab :


“kalo harnalt ada tuang..,“ sambil menunjukkan tusuk konde yang dalam bahasa tradisi setempat dikenal dengan sebutan harnalt..” sontak tentara NICA ini marah dan membentak :


“no..harnalt ini…”sambil menunjukkan sebuah granat nanas yang terselip dipinggangnya, sambil mendorong nenek dengan popor senjata.


Nenek hanya menggeleng dan menjawab


“tidak ada itu tuang” dan beberapa saat kemudian tentara NICA itupun pergi dan meneruskan razia di rumah lain disekitar kampung tamalatte.



Segelintir peristiwa yang dikisahkan ibu dan juga saudara ibu, hingga kini masih membekas dalam memori ingatan kecil saya, bagaimana sebuah keluguan dari masyarakat kita dimasa lalu, terkadang terselip kelucuan didalamnya.



Memulai Lembaran Perjuangan di Bumi Kalimantan Timur

Di Balikpapan kai yang datang dari Makassar meninggalkan beragam atribut gerilyanya, ia datang ke Balikpapan di awal oktober 1946, sebagai warga pekerja atau masyarakat biasa dan tinggal pertama kali di wilayah sekitar kampung baru kai bekerja serabutan sebagai penjual ikan, buruh atau kuli borongan di pabrik minyak.



semasa dibalikpapan dia masih mendapati kondisi kota yang dikuasai belanda dalam hal ini NICA, hal inilah yang mendorong dia untuk mencari cara agar bisa bergabung dengan gerakan pejuang republik Indonesia praktis dalam penuturan perjuangannya dibumi Kalimantan ini kurang lebih sekitar bulan Januari tahun 1947 sampai dipenghujung  tahun 1949, banyak peristiwa yang dituturkan kai, perihal perjuangannya mengangkat senjata dan berjuang mempertahankan Balikpapan, dan menurut penuturannya jumlah laskar pejuang yang tidak begitu banyak dengan pasokan senjata terbatas, ia hanya ingat dalam satu regu laskar biasanya hanya ada 10 hingga 20 orang saja dimana hanya terdapat 7 bahkan 15 orang yang bersenjata api dengan peluru atau amunisi terbatas sedangkan selebihnya hanya bersenjatakan Mandau, klewang, badik atau jenis senjata tajam lainnya, sedangkan senapan atau bedil yang dipakai pejuang kebanyakan senapan laras panjang hasil rampasan dari prajurit jepang)*,  yang dia peroleh dari seorang rekan seperjuangannya yang sama-sama berasal dari Sulawesi selatan.



 *( kemungkinan besar senjata yang dimaksud adalah  arisaka type 44, yang memang banyak digunakan serdadu jepang dan penggunaannya tidak sulit karena senapan ini memiliki mekanisme bolt-action yang berarti memerlukan tuas untuk mengeluarkan dan mengisi dengan peluru yang baru, arisaka hanya mampu di isi 5 peluru dan Kaliber peluru Arisaka cukup kecil dibandingkan dengan senjata buatan barat yang rata-rata memiliki kaliber 7mm, karena kaliber yang kecil, daya hentak Arisaka tidak sebesar senapan bolt-action buatan eropa-amerika pada masanya. *Sumber historical weapon WWII).



Selain itu ada juga yang menggunakan senjata api jenis sten hasil rampasan dan selundupan anggota sel-sel pejuang yang menjadi polisi NICA,(kemungkinan yang dimaksud senapan semi otomatis Sten Machine Gun owen, yang akrab disapa (tommygun) owen adalah nama dari jenis SMG buatan Australia yang kala itu banyak digunakan pasukan divisi ke 7 australia saat di Balikpapan, dan L&E buatan inggris. Sumber historical weapon WWII).



DLCBalikpapan. Patrouille van 4-3-II R.I.(3 maart 1948), / (patroli pasukan NICA terhadap wilayah pejuang dan laskar di balikpapan)
Doc: KITLV








Salah satu peristiwa yang di ingatnya adalah saat penyergapan LOC tangsi belanda di pandansari, dan bentrok senjata di sekitar muara rapak, tidak dijelaskan berapa jumlah anggotanya dan siapa saja nama kawan seperjuangannya yang ikut dalam penyerangan ini, yang dia ingat setelah penghadangan itu, rombongan pemuda pejuangpun terpecah kemudian mundur ke gunung samarinda (batu ampar) dan sebagian pejuang ke damai.



Setelah itu beberepa peristiwa lainnya lebih banyak terlibat dalam gerakan kecil untuk menghindari patroli belanda, kebanyakan disekitar wilayah barat Balikpapan hingga nenang, seperti sebuah peristiwa bentrokan di kampung baru (tidak digambarkan dimana lokasi pastinya), ada satu kejadian saat patroli belanda bentrok dengan pejuang, dan saat penghadangan patroli NICA di sekitar nenang, kemudian setelah bentrokan para pejuang ini mundur dan bersembunyi di sekitar hutan di daerah sepaku (kemungkinan besar di sekitar wilayah PPU kini).



Tijdens een patrouille van 4-3-11 RI bij Balikpapan moet een kali overgestoken worden. De Koninklijke Landmacht op het water 3 maart 1948./ sumber foto Doc: Gahetna leiden






 
 

Kerangis de opslagplaats van levensmiddelen, die uit Balikpapan (1948)/ sumber foto Doc: KITLV









Setelah itu tak banyak lagi penuturan dari perjalanan perjuangan kai, yang ada hanya kisah dari beberapa bentrokan dan chaos dengan patroli NICA hanya saja jika diuraikan beliau sudah tidak ingat semua, hingga akhirnya di penghujung tahun 1949, tepatnya bulan oktober, kai mengungsikan sang istri kembali ke Makassar, dan kai tetap dibalikpapan menerima pekerjaan baru sebagai buruh kontrak di volker, sedangkan ketiga kakak kandung ibu, diserahkan dan diurus oleh orang terdekat kai di balikpapan.




Kantoor van Jacobson Van den Berg & Co. te Balikpapan (1955) / Sumber Doc: KITLV Tropenmuseum



Kantoor van de Borneo Sumatra Handel Maatschappij (Borsumij) te Balikpapan 1930
/ Sumber Doc: KITLV Tropenmuseum







saat di Makassar nenek yang kala itu tengah mengandung anak ke empat (ibu kandung saya) melahirkan ibu saya tepatnya 18 november 1949, di rumah sakit labuang baji’ Makassar dan beberapa bulan pasca melahirkan anak ke empatnya, nenek kembali ke balikpapan membawa ke empat anaknya termasuk ibu saya, saat itu kondisi konflik balikpapan sudah berangsur pulih, pasca pembubaran KNIL, dan menurut penuturan ibu, kai kembali bekerja sebagai buruh di Volker dan bermukim dikawasan klandasan depan kantor pos, setahun pasca KNIL dibubarkan pada tanggal 20 Juli 1950.




 

Tugu Australia 1955 / sumber foto Doc:Tropenmuseum








 




Hamid Batjo tahun 1974 /sumber / Doc:arsip keluarga



Kemudian Kai mengajak anak istrinya pindah dan tinggal di kawasan pesisir pantai, disekitar pulau tukung , (rumah yang ditinggali kai beserta istri dan keempat anaknya berada diseberang kantor polsek KPPP semayang kini),dan beberapa bulan setelah itu kai beserta istri dan anak-anaknya kembali pindah ke kawasan jalan Kilat hingga tutup usia di tahun 1984, dikota ini kai bekerja sebagai kuli di pelabuhan semayang hingga di angkat sebagai mandor UK/TKBM (tenaga kerja bongkar muat), 
kai dan nenek dimakamkan di pemakaman umum Gunung Satu, dan makam keduanya terletak berdampingan, dimasa tuanya saat di rawat di RSUD (Puskib) kata ibu tidak sepeserpun biaya perobatan yang dikeluarkan pihak keluarga, karena kai dan nenek terdaftar sebagai  salah seorang anggota legiun veteran pejuang RI.



kai dengan semangat HUT proklamasi XXIX tahun 1974




 Pemuda RTC D3 / Dahor III tahun 1975










sumber tulisan :
berdasarkan penuturan kai hamid, penuturan paman, acil (bibi) dan ibu.



Selamat Datang

Terima kasih telah bersedia mengunjugi laman blog saya, dan koreksi serta tanggapan dari anda sangat saya butuhkan untuk lebih kritis dan lebih baik lagi di masa datang

Thank's

Mengenai Saya

Foto saya
salam damai dan persahabatan.