Memoar Kakek Hamid Batjo & Nenek Djawiyah
Berawal dari sepotong cerita
yang dituturkan kai (kakek_Red) saat
saya masih duduk dibangku sekolah dasar dan penuturan turun temurun dari ibu
dan paman tentang kehidupan masa lalu kai yang begitu heroik dan penuh
perjuangan, seperti halnya masyarakat indonesia masa itu kai dan nenek hidup di
bawah pemerintahan penjajah, dari belanda kemudian jepang dan kembali ke tangan
belanda.
semua bermula dari ketidak
sengajaan yang lahir dari rasa patriotisme dan nasionalisme masyarakat
Indonesia dimasa pergolakan sebelum dan sesudah kemerdekaan, masa dimana
perjuangan mengangkat senjata demi sebuah kehormatan sebuah bangsa yang ingin
merdeka.
Kai memiliki nama lengkap Hamid
Batjo, veteran pejuang kemerdekaan R.I dengan NPV. 16.002.358, golongan C, lahir
di bone tahun 1918, dan wafat di Balikpapan pada tahun 1984 beliau merupakan
sosok keras dan penuh disiplin serta tegas dalam menjalankan setiap pekerjaan,
walau tak banyak cerita yang saya dengar langsung dari beliau akan tetapi tambahan
penuturan ibu dan paman seakan menjadi benang merah dari perjalanan seorang kai
yang berjuang bersama seluruh rakyat Indonesia dimasa itu sudah cukup menjadi
bahan ekplorasi saya guna menggali langkah sejarah dan perjalanan hidup beliau
dimasa pergolakan baik saat ia berjuang di Makassar dan di kota balikpapan.
Nenek memiliki nama lengkap
Djawiyah, anggota veteran berdasarkan petikan : SK menteri urusan veteran dan
demobilisasi No.34/N Kpts/MUV/1963 tertanggal 20 Desember 1963.(tanda dan sertifikat
veteran belum terbit hingga meninggal dunia tahun 1978), nenek lahir di
makassar tahun 1923 dan wafat dibalikpapan tahun 1978, salah seorang anggota Palang
Merah dan bagian logistik dapur umum dan bertugas menyiapkan ransum makanan untuk
para pejuang yang bersembunyi di kampung-kampung, untuk perjuangannya sendiri
saat dimakassar nenek tergolong aktif digaris depan bersama wanita palang merah
makassar, sedangkan untuk perjuangannya di kota balikpapan nenek lebih banyak
membantu logistik pejuang seperti mengirimkan makan bagi pejuang, dan untuk
menutupi biaya perjuangannya nenek sengaja berdagang sayur dan kue sekaligus
membesarkan ketiga anaknya.
Dapat disimpulkan Kai dan nenek mengalami hampir
semua peristiwa dalam perjalanan hidupnya baik di era akhir masa kolonial belanda,
kemudian dilanjutkan masa penjajahan jepang di tahun 1942 - 1945, dan kembali
ke masa pergolakan perjuangan mempertahankan kemerdekaan ditahun 1945 - 1949, Kai
pernah bercerita tentang masa perang di Makassar, saat dibawah masa penjajahan
jepang beliau lebih banyak terlibat dalam pelatihan militer pasukan cadangan
jepang heiho, walau dimasa pemerintahan jepang kai tidak terlibat penuh dalam
pertempuran dikala itu, akan tetapi kisah hidup perjuangannya banyak dimulai beberapa
hari pasca proklamasi kemerdekaan RI dikumandangkan tahun 1945, dimana masa itu
kolonial belanda kembali ingin bercokol di bumi pertiwi.
ia
bergabung di dalam laskar pemuda pejuang yang dipimpin oleh bote’ (bote’ adalah nama panggilan akrab Robert
Wolter monginsidi) saat melakukan
penyerangan terhadap pos belanda di ujung pandang tanggal 27 Oktober 1945, dan
ini selalu menjadi kisah andalan yang kai tuturkan berkali - kali, walau kalah
kekuatan tapi seakan menjadi kebanggaan baginya, pasca serangan ini pasukan
Robert mundur ke daerah Polombangkeng dan menyusun kekuatan disana, kemudian ia
ingat satu peristiwa di tahun 1946 saat dimana ia bersama rekan seperjuangannya
tergabung kedalam salah satu laskar yang dibentuk di daerah kanayya, (bisa jadi ini ada kaitannya dengan
pembentukan LAPRIS singkatan dari laskar pemberontakan Sulawesi selatan di
kampung kannaya pada tanggal 17 Juli Tahun 1946.)
Dalam laskar tersebut, Wolter Monginsidi sebagai Sekjen, dan Sesuai
jabatannya Wolter bertanggung jawab untuk menyusun rencana operasi-operasi
militer dan bergerak bersama para pemuda pejuang untuk mengetahui rahasia
musuh, tak jarang Robert beserta anggotanya memasuki kota dengan menyamar
sebagai anggota KNIL , sebagian lainnya menyamar sebagai pedagang dan lain-lain
Dengan begitu, Wolter dapat menentukan target sasaran serangan berikutnya. Dan
taktik tersebut, tergolong mumpuni sehingga membuat Belanda acap kali mengalami
kesulitan dan kerugian besar.
Dalam penuturan kai ia tidak lama ikut berjuang di Makassar karena
selepas pembentukan LAPRIS dan beberapa penyerangan malam hari terhadap kedudukan
NICA di Makassar, pada sekitar akhir bulan September tahun 1946 ia keluar dari
laskar (tidak ada penjelasan pasti dari
beliau perihal ini), dan saat tidak lagi bersama LAPRIS, beberapa minggu
kemudian ia memutuskan untuk meninggalkan makassar dengan membawa serta anak
dan istrinya untuk merantau ke Balikpapan, jadi ia tidak melihat atau mengalami
langsung peristiwa westerling pada bulan desember 1946, hingga februari 1947,dan
ditembak matinya sang komandan bote’ Robert wolter monginsidi tahun 1949.
Granat…, Bukan Harnalt
Ada sedikit kisah lucu yang dituturkan ibu yang mendapat cerita langsung
dari nenek, di sekitar awal tahun 1946 masa - masa itu tentara NICA berpatroli
memeriksa kampung-kampung dan rumah penduduk di kampung tamalatte, yang dicurigai
menjadi tempat persembunyian para pemuda pejuang.
saat NICA masuk dan mengobrak-abrik rumah, untuk mencari para “ektrimis” (sebutan belanda untuk para pejuang,) pasukan ini hanya mendapati nenek
beserta ketiga anaknya (ketignya kakak kandung ibu saya), dan nenek yang
sejatinya anggota palang merah yang juga sering memasak buat para gerilyawan kala
itu sudah maklum dengan patroli NICA semacam ini, sebaliknya justru nenek memberanikan
diri untuk bertanya kepada tentara NICA yang sibuk mengobrak abrik isi rumah
para penduduk :
“apa ki cari tuang..??” Tanya nenek
“apa disini liat ektrimis-ekstrimis” Tanya NICA
“tidak tau tuang”…lanjut nenek
Kemudian tentara tadi melanjutkan pertanyaannya
“disini apa ada simpan harnalt (maksudnya
granat”)..sambil membongkar tumpukan gabah, dan kayu bakar di dapur, nenek
dengan logat Makassar serta kepolosan masyarakat kala itu spontan menjawab :
“kalo harnalt ada tuang..,“ sambil menunjukkan tusuk konde yang dalam
bahasa tradisi setempat dikenal dengan sebutan harnalt..” sontak tentara NICA
ini marah dan membentak :
“no..harnalt ini…”sambil menunjukkan sebuah granat nanas yang terselip
dipinggangnya, sambil mendorong nenek dengan popor senjata.
Nenek hanya menggeleng dan menjawab
“tidak ada itu tuang” dan beberapa saat kemudian tentara NICA itupun
pergi dan meneruskan razia di rumah lain disekitar kampung tamalatte.
Segelintir peristiwa yang dikisahkan ibu dan juga saudara ibu, hingga
kini masih membekas dalam memori ingatan kecil saya, bagaimana sebuah keluguan
dari masyarakat kita dimasa lalu, terkadang terselip kelucuan didalamnya.
Memulai Lembaran Perjuangan di Bumi Kalimantan
Timur
Di Balikpapan kai yang datang dari Makassar meninggalkan beragam
atribut gerilyanya, ia datang ke Balikpapan di awal oktober 1946, sebagai warga
pekerja atau masyarakat biasa dan tinggal pertama kali di wilayah sekitar
kampung baru kai bekerja serabutan sebagai penjual ikan, buruh atau kuli borongan
di pabrik minyak.
semasa dibalikpapan dia masih mendapati kondisi kota yang dikuasai
belanda dalam hal ini NICA, hal
inilah yang mendorong dia untuk mencari cara agar bisa bergabung dengan gerakan
pejuang republik Indonesia praktis dalam penuturan perjuangannya dibumi
Kalimantan ini kurang lebih sekitar bulan Januari tahun 1947 sampai dipenghujung
tahun 1949, banyak
peristiwa yang dituturkan kai, perihal perjuangannya mengangkat senjata dan
berjuang mempertahankan Balikpapan, dan menurut penuturannya jumlah laskar
pejuang yang tidak begitu banyak dengan pasokan senjata terbatas, ia hanya
ingat dalam satu regu laskar biasanya hanya ada 10 hingga 20 orang saja dimana
hanya terdapat 7 bahkan 15 orang yang bersenjata api dengan peluru atau amunisi
terbatas sedangkan selebihnya hanya bersenjatakan Mandau, klewang, badik atau
jenis senjata tajam lainnya, sedangkan senapan atau bedil yang dipakai pejuang
kebanyakan senapan laras panjang hasil rampasan dari prajurit jepang)*, yang dia peroleh dari seorang rekan seperjuangannya
yang sama-sama berasal dari Sulawesi selatan.
*( kemungkinan besar senjata yang dimaksud adalah arisaka type 44, yang memang banyak digunakan
serdadu jepang dan penggunaannya tidak sulit karena senapan ini memiliki
mekanisme bolt-action yang berarti memerlukan tuas untuk mengeluarkan dan
mengisi dengan peluru yang baru, arisaka hanya mampu di isi 5 peluru dan Kaliber
peluru Arisaka cukup kecil dibandingkan dengan senjata buatan barat yang
rata-rata memiliki kaliber 7mm, karena kaliber yang kecil, daya hentak Arisaka
tidak sebesar senapan bolt-action buatan eropa-amerika pada masanya. *Sumber
historical weapon WWII).
Selain itu ada juga yang menggunakan senjata api jenis sten hasil
rampasan dan selundupan anggota sel-sel pejuang yang menjadi polisi NICA,(kemungkinan yang dimaksud senapan semi
otomatis Sten Machine Gun owen, yang akrab disapa (tommygun) owen adalah nama
dari jenis SMG buatan Australia yang kala itu banyak digunakan pasukan divisi
ke 7 australia saat di Balikpapan, dan L&E buatan inggris. Sumber
historical weapon WWII).
DLCBalikpapan. Patrouille van 4-3-II R.I.(3 maart 1948), / (patroli pasukan NICA terhadap wilayah pejuang dan laskar di balikpapan)
Doc: KITLV
Salah satu peristiwa yang di ingatnya adalah saat penyergapan LOC tangsi
belanda di pandansari, dan bentrok senjata di sekitar muara rapak, tidak
dijelaskan berapa jumlah anggotanya dan siapa saja nama kawan seperjuangannya
yang ikut dalam penyerangan ini, yang dia ingat setelah penghadangan itu,
rombongan pemuda pejuangpun terpecah kemudian mundur ke gunung samarinda (batu ampar) dan sebagian pejuang ke damai.
Setelah itu beberepa peristiwa lainnya lebih banyak terlibat dalam
gerakan kecil untuk menghindari patroli belanda, kebanyakan disekitar wilayah
barat Balikpapan hingga nenang, seperti sebuah peristiwa bentrokan di kampung
baru (tidak digambarkan dimana lokasi
pastinya), ada satu kejadian saat patroli belanda bentrok dengan pejuang,
dan saat penghadangan patroli NICA di sekitar nenang, kemudian setelah
bentrokan para pejuang ini mundur dan bersembunyi di sekitar hutan di daerah
sepaku (kemungkinan besar di sekitar wilayah
PPU kini).
Tijdens een patrouille van 4-3-11 RI bij Balikpapan moet een kali overgestoken worden. De Koninklijke Landmacht op het water 3 maart 1948./ sumber foto Doc: Gahetna leiden
Kerangis de opslagplaats van levensmiddelen, die uit Balikpapan (1948)/ sumber foto Doc: KITLV
Setelah itu tak banyak lagi penuturan dari perjalanan perjuangan kai, yang
ada hanya kisah dari beberapa bentrokan dan chaos dengan patroli NICA hanya
saja jika diuraikan beliau sudah tidak ingat semua, hingga akhirnya di penghujung
tahun 1949, tepatnya bulan oktober, kai mengungsikan sang istri kembali ke
Makassar, dan kai tetap dibalikpapan menerima pekerjaan baru sebagai buruh kontrak di volker, sedangkan ketiga kakak kandung ibu, diserahkan dan diurus oleh orang terdekat kai di balikpapan.
Kantoor van Jacobson Van den Berg & Co. te Balikpapan (1955) / Sumber Doc: KITLV Tropenmuseum
Kantoor van de Borneo Sumatra Handel Maatschappij (Borsumij) te Balikpapan 1930
/ Sumber Doc: KITLV Tropenmuseum
saat di Makassar nenek yang kala itu tengah mengandung anak ke empat (ibu kandung
saya) melahirkan ibu saya tepatnya 18 november 1949, di rumah sakit labuang
baji’ Makassar dan beberapa bulan pasca melahirkan anak ke empatnya, nenek kembali ke
balikpapan membawa ke empat anaknya termasuk ibu saya, saat itu kondisi konflik balikpapan sudah berangsur pulih, pasca pembubaran KNIL, dan menurut penuturan ibu, kai kembali bekerja
sebagai buruh di Volker dan bermukim dikawasan klandasan depan kantor pos, setahun
pasca KNIL dibubarkan pada tanggal 20 Juli 1950.
Tugu Australia 1955 / sumber foto Doc:Tropenmuseum
Hamid Batjo tahun 1974 /sumber / Doc:arsip keluarga
Kemudian Kai mengajak anak istrinya pindah dan tinggal di kawasan pesisir pantai, disekitar pulau tukung , (rumah yang ditinggali kai beserta istri dan keempat anaknya berada diseberang kantor polsek KPPP semayang kini),dan beberapa bulan setelah itu kai beserta istri dan anak-anaknya kembali pindah ke kawasan jalan Kilat hingga tutup usia di tahun 1984, dikota ini kai bekerja sebagai kuli di pelabuhan semayang hingga di angkat sebagai mandor UK/TKBM (tenaga kerja bongkar muat),
kai dan nenek dimakamkan di pemakaman umum Gunung Satu, dan makam keduanya terletak berdampingan, dimasa tuanya saat di rawat di RSUD (Puskib) kata ibu tidak sepeserpun biaya perobatan yang dikeluarkan pihak keluarga, karena kai dan nenek terdaftar sebagai salah seorang anggota legiun veteran pejuang RI.
kai dengan semangat HUT proklamasi XXIX tahun 1974
Pemuda RTC D3 / Dahor III tahun 1975
sumber tulisan :
berdasarkan penuturan kai hamid, penuturan paman, acil (bibi) dan ibu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar